Tahukan anda tentang sejarah islam? bagaimana islam masuk ke Indonesia? Siapa penyebar agama islam
di Indonesia? Nah jika anda ingin mempelari hal tersebut, berikut ini
sajikan sejarah islam dan awal mula islam masuk Indonesia. Artikel ini ditulis sebagai rasa keingintahuan tentang sejarah islam di indonesia, yang mana artikel ini kutip dari Wikipedia dan
sumber lain. Dalam catatan sejarah, islam sudah berada sejak tahun 622
ketika Allah menurunkan wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW.
Namun di Indonesia islam dikenal pada abad pertama hijaiyah atau tujuh
masehi. Pengenalan islam di Indonesia dimulai dari frekuensi yang tidak
terlalu besar, hanya melalui perdagangan, dan seiring berjalannya waktu
pengenalan islam di Indonesia lebih intensif, terutama di Semenangjung
Melayu dan Nusantara. Beberapa bukti peninggalan islam di Asia Tenggara
adalah dua makam muslim dari akhir abad ke 16.
Sejarah Islam
Risalah Islam dilanjutkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. di Jazirah Arab pada abad ke-7 masehi ketika Nabi Muhammad saw mendapat wahyu dari Allah swt. Setelah kematian Rasullullah s.a.w. kerajaan Islam berkembang hingga Samudra Atlantik dan Asia Tengah di Timur.
Risalah Islam dilanjutkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. di Jazirah Arab pada abad ke-7 masehi ketika Nabi Muhammad saw mendapat wahyu dari Allah swt. Setelah kematian Rasullullah s.a.w. kerajaan Islam berkembang hingga Samudra Atlantik dan Asia Tengah di Timur.
Namun, kemunculan kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Umayyah, Abbasiyyah, Turki Seljuk, dan Kekhalifahan Ottoman,
Kemaharajaan Mughal, India,dan Kesultanan Melaka telah menjadi
kerajaaan yang besar di dunia. Banyak ahli-ahli sains, ahli-ahli
filsafat dan sebagainya muncul dari negeri-negeri Islam terutama pada
Zaman Emas Islam. Karena banyak kerajaan Islam yang menjadikan dirinya
sekolah.
Di
abad ke-18 dan 19 masehi, banyak daerah Islam jatuh ke tangan Eropa.
Setelah Perang Dunia I, Kerajaan Ottoman, yaitu kekaisaran Islam
terakhir tumbang.
Jazirah
Arab sebelum kedatangan Islam merupakan sebuah kawasan yang dilewati
oleh jalur sutera. Kebanyakkan Bangsa Arab merupakan penyembah berhala
dan sebagian merupakan pengikut agama Kristen dan Yahudi. Mekah adalah
tempat suci bagi bangsa Arab ketika itu karana terdapat berhala-berhala mereka dan Telaga Zamzam dan yang paling penting sekali serta Ka’bah yang didirikan Nabi Ibrahim beserta Ismail.
Nabi
Muhammad saw. dilahirkan di Mekah pada Tahun Gajah yaitu 570 masehi. Ia
merupakan seorang anak yatim sesudah kedua orang tuanya meninggal
dunia. Muhammad akhirnya dibesarkan oleh pamannya, Abu Thalib. Muhammad
menikah dengan Siti Khadijah dan menjalani kehidupan yang bahagia.
Namun,
ketika Nabi Muhammad saw. berusia 40 tahun, beliau didatangi Malaikat
Jibril Sesudah beberapa waktu Muhammad mengajar ajaran Islam secara
tertutup kepada rekan-rekan terdekatnya, yang dikenal sebagai
“as-Sabiqun al-Awwalun(Orang-orang pertama yang memeluk Islam)” dan
seterusnya secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekah.
Pada
tahun 622 masehi, Muhammad dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Peristiwa
ini disebut Hijrah. Peristiwa lain yang terjadi setelah hijrah adalah
pembuatan kalender Hijirah.
Penduduk
Mekah dan Madinah ikut berperang bersama Nabi Muhammad saw. dengan
hasil yang baik walaupun ada di antaranya kaum Islam yang tewas. Lama
kelamaan para muslimin menjadi lebih kuat, dan berhasil menaklukkan Kota
Mekah. Setelah Nabi Muhammad s.a.w. wafat, seluruh Jazirah Arab di
bawah penguasaan Islam.
Sejarah Islam di Indonesia
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh penyebar islam adalah walisongo antara lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)(Sumber: wikipedia)
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh penyebar islam adalah walisongo antara lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)(Sumber: wikipedia)
Pada
tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari
wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi
ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang
belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini,
para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah
mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan
pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan
pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil
bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat
laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara
besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara,
adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah
kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari
Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692
H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula
berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang
ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh
telah tersebar mazhab Syafi’i. Adapun peninggalan tertua dari kaum
Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur.
Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam
seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis
angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari.
Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam
para pedagang Arab.
Sampai
dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi
Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk
pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat
bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad
tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan
politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan
bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak,
Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah
campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab.
Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan
oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di
Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam
The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah
sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam
datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak
dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak
awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan
subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk
menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan
ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang
Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu
daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan
kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu
contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah
menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan
Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda
Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan
Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur
mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin
oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan
Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum
menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon
dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut
mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan
kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum
muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam
tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami
keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi’i. Sedangkan pada
kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra
Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah
terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih
terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara
adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak
diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru
kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski
pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik
licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur
pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan
kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia),
Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga
perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin),
Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh
(Teuku Umar).sekian postingan dari saya. Semoga Bermanfaat.
0 comments:
Post a Comment